Jumat, 06 Mei 2011

Nyoba ikutan karena go green

                Gak tau knp aku fans banget tentang  yang bertema "go green". Nah kemarin tanggal 21 Mei 2011 ada lomba Essay tentang go green.... lha ni ceritanya aku ikutan. padahal aku gk pernah buat essay. jangan kan buat... tau aja nggak.. rumus baru dalam hidupku "go green dulu, baru essay". apa sih essay itu?. kebetulan salah satu temen ngajak tentang seminar membuat essay dan cerpen. ya udah slanjutnya aku ikut ae...
               deng.......... langsung ke pengumuman... ternyata aku gk juara. gpp. yang penting uda ikutan acara yang "go green go green" gitu... hahaha..... (timbul kebanggaan tersendiri). nah karna lomba-nya udah kelar boleh donk tak publish disini haha... dari pada nganggur diem di hardisk. ok langsung... silakan menikmati essay perdana saya... kritik dan saran ojo lali yooo..... biar kl buat lagi lbh mancaap... thanks be4


Mental SD Terkadang Lebih Baik
            Perjalanan pulang kampung di musim penghujan sungguh berat, terutama bagi aku seorang pengendara sepeda motor. Waktu yang biasa ku tempuh dari Malang menuju rumahku di Probolinggo sekitar 2.5 jam, dengan kecepatan sekitar 50-70 Km/jam. Tapi pada musim hujan tahun 2009 waktu perjalanan bisa sampai 3.5 jam dan untuk tahun 2011 malah sampai 4.5 jam. Ini sama dengan waktu yang di perlukan dari malang menuju jember. Kasus ini terjadi karena kendala yang sama di setiap tahunnya. Penyebabnya adalah banjir di daerah Pasuruan. Khususnya di kecamatan Ngopak. Air hujan yang turun deras membuat sungai-sungai di daerah tersebut meluap memenuhi jalan. Sekilas pemandangan saat itu mirip di danau yang saya lihat di discovery chanel, sekeliling memandangan cuma air keruh menggenang. karena berhektar-hektar sawah-sawah di sekitarnya juga tenggelam oleh air. Bedanya ‘danau’ baru ini tidak ada binatang-binatang buasnya seperti di acara TV favoritku itu.
            Dari pengalamanku tersebut terlihat ada masalah yang tak kunjung reda tapi malah tambah buruk keadaanya. Di berita dari TV tahun ini juga lebih banyak terdapat banjir yang melumpuhkan akses jalan utama di berbagai tempat. Ok, masalahnya adalah banjir. Sekarang mengapa intensitas banjir meningkat? Apakah penyebab banjir terebut?.
            Pertanyaan terakhir ini mengingatkan ku pada masa SD dulu. Apakah penyebab banjir? Pasti dengan percaya diri aku akan menjawabnya dengan ‘buang sampah di kali, Pak’. Nah lihat, ketika aku SD sudah diajarkan betapa tidak boleh membuang sampah di kali. Teman-teman dari sekolah lain pun aku pikir juga sependapat denganku. Ketika SMP, pertanyaan itu kembali muncul. Apakah penyebab banjir? Jawabanku kali ini lebih kompleks dari yang dulu. ‘karena eksploitasi hutan secara liar, tidak lancarnya aliran sungai dan atau pembukaan lahan pertanian di daerah resapan air’. Bagaimana dengan sekarang? Apakah jawaban-jawaban itu masih benar dan berlaku? Jawabanya ya, masih. Tercatat di daerah resapan air di pasuruan mengalami penyempitan oleh pembukaan lahan pertanian. Banyak juga sampah yang tersudut di sungai sebagai wujud ketidaktauan dan ketidak pedulian warga setempat. Alhasil inilah yang mereka dapatkan. Selain banjir tersebut melupuhkan akses jalan utama, banjir juga merendam sawah-sawah di daerah itu. Sebagian rumah warga juga di genangi air setinggi lutut disertai juga penyakit-penyakit bawa’an banjir. Banjir yang terjadi juga semakin hebat tiap tahunnya.
            Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah pelajaran membuang sampah dan melindungi hutan sudah di ajarkan sejak aku masih kecil. Kenapa masih terjadi pelanggaran seperti itu?. Apa ada yang salah dari pengajaranya? Atau ada yang salah dengan manusianya?.
            Kita bisa lihat masalah membuang sampah sembarangan saja bisa menjadi musibah seperti diatas. Aku mulai memikirkan fenomena yang sering terjadi disekitarku. Misalnya dikampus atau di jalan umum. Masih banyak orang yang dengan ringannya membuang bungkus permen sembarangan. Seperti tidak ada rasa takut di dirinya untuk melakukan itu. Memang sih, nanti ada petugas kebersihan yang akan menangani bungkus itu. Tapi yang aku bicarakan adalah mental orang-orang seperti itu. Kenapa tidak membuangnya pada tempatnya? Apakah tidak di ajari oleh sekolahnya? Bagaimana mengenai sampah-sampahnya yang lebih besar?. Itu hal yang salah. Dan aku yakin, bila aku yang benar kalau hal itu salah. Dia bersalah meskipun bila aku masih anak SD. Bagaimana sikap orang seperti itu di masa mendatang? Apa yang ia contohkan kepada keturunannya? Mungkin ini fenomena(click read more)
yang terjadi pada penyempitan hutan kita. Pelakunya adalah manusia yang bermental buruk tentang alam. Dia tidak sadar akan semua rencananya. Dia menyiapkan bom waktu untuk keturunannya sendiri. Bencana alam sudah mereka dengar di sana-sini. Setiap hari media masa, televisi, radio, internet juga mengabarkan akibat dari perlakuan kita di masa lalu. Korban juga sudah berjatuhan. Musibah mengintai kita setiap waktu. Bumi ini sudah lama menangis kawan. Dengan mental seperti ini, dapat dipastikan akan ada musibah lagi di masa mendatang. Dan caranya adalah sadar akan itu semua. Mulailah dari diri sendiri, mulailah dari suatu hal yang paling kecil dan bertahap seperti membuang sampah pada tempatnya. Bagaimana bisa melakukan hal yang besar bila yang kecil saja tidak bisa. Itu akan menjadi dasar pemikiran kita. Bangunlah mental-mental yang benar. Sebarkan kepada yang tidak tau. Menegur kepada yang tidak mau tau. Dan satu insan seperti ini adalah harapan dari bumi pertiwi. Kalo bukan generasi kita, generasi siapa?.

1 komentar:

  1. Mas,, kalo mau liat nilainya bisa dateng ke FS2T mas,, biasa SPA lantai 1,, maen2 ke sana mas.. Banyak info lomba karya tulis lo

    BalasHapus